Ketaatan yang Berbuah Manis

Latest News and Events / 7 August 2019

Kalangan Sendiri

Ketaatan yang Berbuah Manis

Lusiana Official Writer
4439

Seringkali Bapak Prasetya membayangkan memiliki seorang bapak seperti anak-anak yang lain, bapak yang bertanggung jawab dan menyayangi keluarganya. Akar pahit dalam hati Bapak Prasetya mulai terpupuk dari sejak duduk di bangku SD. Keinginanya untuk bersekolah sangatlah tinggi, tapi ia bingung bagaimana cara melunasi tunggakan SPP yang sudah 4 bulan, sementara ibunya juga tidak memiliki uang. Bapaknya selalu asik di meja judi tanpa pernah memikirkan masa depan anaknya.

“Tuhan tolonglah saya, saya masih ingin sekolah, saya ingin meraih cita-cita saya menjadi seorang guru, Tuhan tolong saya supaya SPP saya lunas sehingga saya tidak malu selalu ditagih uang SPP,” seru Bapak Prasetya di dalam hati kepada Tuhan.

Keesokan paginya Bapak Prasetya ikut ibunya ke pasar, di tengah pasar ia menemukan sebuah kalung terjatuh dan ia mengambilnya. Sepulang dari pasar ia memberikan kalung itu kepada ibunya. Pertolongan Tuhan datang tepat waktu, ternyata kalung itu emas asli dan bisa dijual oleh ibunya sehingga bisa melunasi tunggakan SPP, bahkan sisanya bisa ditabung oleh ibunya.

Sepuluh tahun kemudian, Bapak Prasetya sangat merasa senang karena bisa diterima di sekolah PGAKP (Pendidikan Guru Agama Kristen Protestan). Namun kedua orang tuanya tidak merasakan kesenangan yang sama karena mereka tidak memiliki uang untuk membiayai pendidikan Bapak Prasetyo.

“Tidak ada sambutan sama sekali, harusnya kan orang tua saya bangga anaknya diterima di sekolah. Padahal semangat sekolah saya waktu itu sangat tinggi dan saya inginnya sekolah terus. Tangisan saya bukan tangisan kesedihan lagi, melainkan tangisan kebencian. Saat itulah titik terendah dalam hidup saya.”

Berbagai cara dilakukan Bapak Prasetya untuk dapat menyelesaikan pendidikannya, bahkan sampai bekerja sebagai loper koran. Penyertaan Tuhan begitu nyata di dalam kehidupannya, sampai akhirnya ia lulus pendidikan menjadi seorang guru dan mengajar di suatu sekolah. Namun ada yang menganjal di hatinya saat ia mengajarkan tentang “kasih” kepada murid-muridnya.

“Kasihilah musuhmu seperti engkau mengasihi musuhmu sendiri. Saya berfikir bahwa selama ini saya memusuhi bapak saya sendiri. Kalau begitu saya harus mengasihi bapak seperti saya mengasihi diri saya sendiri. Kalau kita tidak bisa mengasihi apa yang kelihatan, bagaimana kita tidak mengasihi yang tidak kelihatan? Saya harus taat dengan perintah Tuhan, akhirnya saya memutuskan pulang dan menemui bapak saya,” lanjut Bapak Prasetyo sambil menahan tangis.

Sesampai di rumah, Bapak Prasetya memeluk bapaknya dan meminta maaf. Saat itu ia merasa sangat kaget karena  tangan bapaknya yang sangat kaku itu membalas memeluknya.

“Ketika saya berempati kepada bapak saya, Tuhan beri kelepasan. Selama ini saya belum pernah ngobrol dengan bapak, kini saya bisa ngobrol dan bapak saya juga bisa menimpali cerita saya, sampai terbangun sebuah keakraban, suasana yang tadinya beku menjadi mencair, ” ujar Bapak Prasetya menyelesaikan ceritanya.

Ketaatan pada Firman Tuhan dapat membukakan begitu banyak jalan, kasih-Nya mampu mengubah keadaan yang buruk menjadi sebuah kebaikan. Seperti ketaatan Mitra CBN pada Tuhan dengan tetap menabur dalam pelayanan ini. Terima kasih, Tuhan memberkati!

Halaman :
1

Ikuti Kami